♥ Engkaulah suami yang ku impikan ♥
♥ Bismillaahir Rahmaanir Rahiim ♥
Ketika engkau mencintaiku, engkau menghormatiku. Dan ketika engkau membenciku, engkau tidak menzalimiku.
Aku masih ingat malam pertama kita, saat itu engkau mengajakku shalat Isya' berjama'ah. Setelah berdo'a engkau kecup keningku lalu berkata, "Dinda, aku ingin engkau menjadi pendampingku Dunia-Akhirat". Mendengar ucapan itu, akupun menangis terharu. Malam itu engkau menjadi sosok seperti Sayyidina Ali yang bersujud semalam suntuk karena bersyukur mendapatkan sosok istri seperti Siti Fatimah.
Apakah begitu berharganya aku bagimu sehingga engkau mensyukuri kebersamaan kita? Malam itu, aku tidak bisa mengungkapkan rasa syukurku ini dengan ucapan. Aku hanya bisa mengikutimu, bersujud di atas hamparan sejadah. Tanpa bisa aku bendung, , air mata ini tiada hentinya mengalir karena mensyukuri anugerah Allah yang di berikan padaku dalam bentuk dirimu.
Akupun berfikir, aku ingin menjadi sosok seperti Siti Fatimah, dan aku akan berusaha menjadi istri sebagaimana yang engkau impikan.
Dan ternyata sujud itu bukan hanya di saat malam pertama, setiap kali aku terbangun pada akhir sepertiga malam. Ku lihat engkau sedang bersujud dengan penuh ke khusuan. Aku kadang iri dengan keshalihanmu, engkau terlena dalam sujudmu sedang aku berbaring diatas kasur yang empuk dengan sejuta mimpi.
Kenapa engkau tidak membangunkan aku? Padahal aku ingin bermakmum padamu agar kelak aku tetap menjadi istrimu di syurga. Aku hanya merasakan kecupan hangat melengkapi tidur malamku saat engkau terbangun untuk melakukan shalat malam. Apakah kecupan itu sebagai isyarat agar aku terbangun dari tidurku dan melaksanakan shalat berjama'ah bersamamu?
Atau karena tidak tega membangunkan aku saat engkau melihat begitu pulasnya aku dalam tidurku? Aku yakin, dengan ketaatanmu pada agama, engkau akan membahagiakanku Dunia-Akhirat. Tidakkah agama kita mengajarkan bagaimana suami harus menyayangi istri, membuatnya bahagia, melindungi, dan membuatnya tersenyum. Dan sebaliknya, istri harus berbakti, melayani, dan membuat suaminya terpesona padanya.
Aku tidak peduli siapakah engkau, miskin dan kaya tidak ada bedanya bagiku. Aku hanya tertarik pada sosokmu yang bersahaja dan sederhana. Raut wajahmu yang penuh dengan keikhlasan membuatku ingin selalu menatapnya. Lembutnya sifatmu membuatku yakin bahwa engkau adalah suami yang bisa menerima segala pemberian Tuhan dan akan menyayangiku apa adanya.
Aku tidak peduli dengan rumah mungil dan sederhana yang engkau persembahkan untuk kita tempati bersama. Rumah yang hanya terdiri dari ruang tamu, kamar kita, dan satu ruangan yang berisi buku-buku terutama buku agama. Namun dari rumah yang mungil ini, aku melihat taman syurgawi menjelma disini. Aku yakin engkau adalah sosok suami yang tekun belajar dan memahami agama, dan dengan bekal ini aku yakin engkau bisa membimbingku untuk meraih syurga Ilaahi.
Sebagaimana agama kita telah mengisyaratkan bahwa, barang siapa berjalan dijalan ilmu, maka Allah akan mempermudahkan jalan menuju syurga.
Saat ku lihat engkau begitu berbakti pada kedua orang tuamu dan senang menjalin silaturahim, aku yakin engkau akan berlaku baik pada anak istrimu. Aku lihat engkau jarang sekali berbicara, tapi masya Allah kalau sedang bekerja, engkau menjadi sosok yang tekun dan ulet.
Dan dari cara tutur katamu, aku mendengar kata-kata mutiara yang penuh hikmah, sehingga yang tegambar dalam pikiranku adalah sosok Lukmanul Hakim, sosok suami dan ayah yang selalu mendidik keluarganya, mengajarkan anaknya untuk tidak menyekutukan Allah.
Sungguh aku bangga mempunyai suami sepertimu melebihi kebangganmu kepadaku. Aku lebih membutuhkanmu melebihi kebutuhanmu terhadapku.
Terima kasih suamiku, karena engkau telah membimbingku
Rabbana Hab Lanaa Min Azwajinaa Wa Dzurriyaa Tinaa Qurrata A'yuniw Waj 'Alnaa Lil Muttaqiina Imaamaa
Aamiin yaa Rabbal A'alamiin
0 komentar:
Posting Komentar